Detik-detik Elang Mulyana Lesmana sebelum tertembak (Tragedi Trisakti)
Elang Mulya Lesmana, satu diantara empat mahasiswa Kampus Trisakti yang meninggal ditembak peluru aparat keamanan waktu mengadakan tindakan demonstrasi tuntut Soeharto mundur dari kedudukan presiden pada Mei 1998. Momen yang diketahui untuk Tragedi Trisakti itu sudah lama berlalu, tetapi buat seorang teman dekat yang sempat mengenali Elang, tragedi itu terus menempel sampai kapan juga. Arfianda Bachtiar, pria alumnus Fakultas Tehnik Industri Jurusan Arsitektur Kampus Trisakti, angkatan 1996, adalah teman dekat akrab Elang. Arfianda atau bisa lebih diketahui di lingkungan universitas dengan nama Frankie itu, demikian mengenali figur Elang. Dia juga pernah tertembak waktu tragedi berdarah itu. Tetapi, nasibnya semakin mujur dibanding teman dekatnya itu. Dia cuma tertebak peluru karet dibagian perut, serta peluru meleset tentang kancing celana jeans hingga tidaklah sampai tembus ke perutnya. Sesal, itu yang ada sekarang ini, bila ketahui tanggal 12 Mei 1998, dia harus kehilangan teman dekat, dia ingin memutuskan tidak turut berdemo. Tetapi, kembali lagi dia ingat itu takdir. Frankie tidak sempat menduga jika aparat keamanan akan menembaki beberapa mahasiswa yang tengah berunjuk rasa. "Kami mahasiswa, bukan maling atau preman, serta bukan dibayar untuk berdemo, tetapi dari dalam hati nurani yang inginkan perkembangan yang pada akhirnya mati ditembak peluru yang dibeli oleh uang rakyat Indonesia," kata Frankie waktu terlibat perbincangan dengan Okezone, Minggu (12/5/2013) malam.
Frankie masih ingat jelas paling akhir habiskan waktu bersama-sama teman dekatnya itu. Satu hari sebelum tragedi atau persisnya pada 11 Mei 1998, dia serta Elang punya niat kerjakan pekerjaan barisan yang perlu disatukan keesokan hari. Dianya memang sering bermalam di dalam rumah Elang untuk belajar bersama-sama, ditambah minggu itu akan diselenggarakan mid-test atau ujian tengah semester. Ditengah-tengah hujan lebat, kedua-duanya berboncengan ke arah rumah Elang di teritori Ciputat, Tangerang. Malam itu, Elang memperlihatkan sikap yang lain dari umumnya, figur ceria serta pintar lenyap. Elang semakin banyak melamun, sampai Frankie harus menyapa berulang-kali waktu Elang mengacuhkan pertanyaan Frankie. Esok harinya, kira-kira jam 09.00 WIB, kedua-duanya pergi ke universitas. Sebelum pergi, ibunda Elang pernah memberi pesan pada Frankie supaya waspada menunggangi motor. Dengar pesan Tante Teti -sapaan Frankie pada ibunda Elang- yang demikian mencemaskan kedua-duanya, Elang membalasnya dengan gurauan. "Mami jangan ngomong begitu dong ke Frankie, Elang kan jadi malu," gurau Elang saat itu. Hari itu, mid-test diurungkan sebab mahasiswa diinginkan berperan serta dalam demo di universitas. Kedua-duanya sudah punya niat untuk ikut dalam tindakan itu. Frankie langsung keluarkan jaket almamater yang sudah disediakan, begitupun semestinya Elang, tetapi rupanya Elang lupa untuk bawa jaket almamaternya, di situlah Frankie lihat jika Elang seperti orang yang banyak pemikiran yang menyebabkan lupa pada suatu hal lainnya. Sebelum turut berorasi, Frankie ajak Elang lihat project kos-kosan punya orang tuanya yang tengah dibuat tepat di seberang gedung universitas. Sesudah berjalan kaki lima menit kedua-duanya sampai di tempat project, lalu habiskan waktu disana seputar sejam. Mendekati siang, kedua-duanya kembali pada universitas, saat akan tinggalkan tempat project mendadak salah satunya tukang bangunan menyebut Frankie serta memberi pensil gambar kecintaan Elang yang jatuh. "Pensil itu yang menjadi benda kenangan buat saya," katanya. Insiden aneh juga kembali lagi dirasa Frankie, waktu kedua-duanya melalui halte bus di kelokan Jalan Letjen S Parman, mendadak ada seorang wanita yang menangis saat Elang melewatinya. "Saya lihat wanita itu dengan keheranan, saya pikir Elang juga juga paham, tetapi kita tidak dapat mengolah hal tersebut, serta memandang jika wanita ini kemungkinan hanya seorang yang terusik jiwanya," ingat Frankie. Tetapi, saat pidato tengah berjalan di tengahnya parkiran universitas, Frankie kembali lagi mendapatkan figur wanita "edan" antara rapatnya peserta demonstrasi disana. Wanita itu kembali lagi menangis waktu ada di dekat Elang. Hari makin sore, perlahan-lahan semua mahasiswa bergerak ke luar universitas untuk ke arah gedung DPR. Tetapi, tindakan beberapa mahasiswa dicegat aparat keamanan.
Negoisasi di antara mahasiswa serta aparat juga berjalan alot. Semasa kira-kira tiga jam beberapa pengunjuk rasa habiskan waktu di jalanan, beberapa mahasiswa meluangkan menyimpan peristiwa itu dengan berpose bersama-sama. Frankie putuskan untuk minta pertolongan seorang temannya yang waktu itu bawa camera untuk ambil gambar dianya bersama-sama Elang serta satu teman dekatnya lagi, Adny. Situasi semakin menghangat, aparat memaksakan beberapa pengunjuk rasa untuk kembali lagi masuk dalam universitas. Lihat situasi yang mulai tidak teratasi, Frankie memberi pesan pada dua teman dekatnya yaitu Elang serta Adny, bila terpisah ke-3nya janji akan bergabung di pos satpam di muka pintu masuk universitas. Peluru Itu Menebus Jantung Elang Aparat mulai menggempur beberapa pengunjuk rasa dengan gas air mata serta peluru karet dan shooting peringatan ke atas. Dengar suara shooting itu, beberapa ribu mahasiswa serempak lari serta berebutan untuk masuk universitas lewat gerbang di Jalan S Parman. "Sebab saya serta Elang tempatnya di muka polisi, saya lihat tidak ada kesempatan untuk masuk universitas, sebab tempat saya paling belakang, sedang polisi makin dekat jaraknya dengan saya, hingga saya putuskan untuk selekasnya memanjat pagar universitas Untar yang di saat itu terkunci," katanya. Saat dalam tempat memanjat, Frankie merasai panas di bagian perut, rupanya dia terserang puluru karet yang meleset serta tentang kancing celananya. Frankie coba kembali pada kampusnya dengan memanjat tembok pemisah ke-2 universitas (Untar serta Trisakti) yang berdekatan itu. Dia coba cari kehadiran ke-2 teman dekatnya. Sama seperti yang dijanjikan ke-3nya akan bergabung di pos satpam. Bergegas dia ke arah tempat itu. Tetapi dia cuma merasakan dirinya, tidak ada Elang atau Adny.
Tidak lama, Frankie dengar info Elang terserang tembak, firasat jelek langsung penuhi pemikirannya. "Saya menanyakan pada rekan saya, dibagian mana Elang tertembak, lalu rekan saya menunjuk mengarah jantungnya," katanya. Dengan emosi Frankie ke arah Rumah Sakit Sumber Waras, dimana semua korban dibawa ke RS itu. Disana dia mendapatkan figur teman dekatnya sudah terbujur di kamar mayat. Dengan terbalut kain badannya sudah kaku serta dingin. Diungkapnya kain penutup yang menyelimuti badan Elang. Dikecupnya kening teman dekatnya itu dengan perasaan hancur. Cedera peluru Elang tembus jantung sampai punggung. Peluru tajamnya diketemukan di tas punggung yang ia bawa serta. Di tas itu ada botol minyak wangi yang pecah terserang peluru. Minyak wangi itu sebetulnya hadiah ulang tahun untuk rekan wanitanya yang belum dia beri. 3 hari sesudah Elang wafat, Frankie punya mimpi berjumpa Elang di universitas. Di mimpi dia menanyakan sekalian bergurau pada teman dekatnya, apa Elang sudah berjumpa malaikat. Elang menjawab sudah berjumpa si malaikat. "Lalu saya bertanya lagi 'terus malaikatnya katakan apa?' ia jawab katakan Assalamualaikum," ingat Frankie. Dia juga ingat penggalan Alquran Surah An Nahl yang mengeluarkan bunyi, "Yakni Beberapa orang yang berhati Tulus, saat nyawa mereka ditarik oleh malaikat, malaikat mengatakan, Assalamualaikum (selamat sejahtera atas kalian) serta masuk kalian ke surga sebab amal saleh yang sudah kalian kerjakan" (QS An Nahl-32). Semasa 15 tahun sudah berlalu, sudah banyak perkembangan yang berlangsung, begitupun dengan diri Frankie. Sudah 12 tahun lamanya dia tinggal di Jerman. Dia repot buka perusahaan yang beroperasi di sektor export-impor dengan keinginan dapat pasarkan beberapa produk Indonesia serta menolong orang Indonesia dalam penjualan barang produk indonesia di Jerman dan ingin memajukan perekonomian Indonesia yang ujungnya untuk Rakyat Indonesia.
Elang bukan seorang olahragawan, ditambah lagi seorang professor, bukan politisi atau aktivis negara, ia cuma seorang pemuda rakyat Indonesia yang cuma berusia sampai 19 tahun, yang sudah ditembak oleh peluru yang dibeli dengan uang rakyat Indonesia, saat meneriakkan perkembangan untuk perbaikan negara republik terkasih dengan tidak menginginkan imbalan pada siapa juga atas pengorbanan kepunyaannya yang sangat bernilai yakni nyawanya. Elang tidak menginginkan dibuat pahlawan serta tidak minta untuk diingat, tapi kita tidakkah bangsa yang betul jika tidak dapat menghargai layanan beberapa orang yang luruh di perjuangan untuk kebutuhan bangsa serta rakyat banyak. "Selamat Jalan teman dekatku Elang Mulia Lesmana... Engkau sudah mempertaruhkan jiwa serta ragamu untuk kebutuhan rakyat, engkau sudah mengajarkanku makna menyukai rakyat, kita tidak pernah berjumpa di Pos Satpam yang membisu," lirih Frankie diakhir perbincangan.